Visit to salambiologi.blogspot.com
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Perilaku
Jangkrik berupa “ bertindak, bereaksi, atau berfungsi dalam suatu cara
teretentu sebagai respon terhadap beberapa rangsangan (stimulus)”. Banyak perilaku
memang terdiri atas aktivitas otot yang dapat diamati secara eksternal, yaitu
komponen “bertindak” dan “bereaksi”.
Perilaku (behavior) sebagai apa yang dilakukan oleh hewan dan bagaimana hewan
tersebut melakukannya, definisi ini akan meliputi komponen perilaku yang tidak
berkaitan dengan pergerakan dan juga tindakan hewan yang dapat diamati
(Campbell.2004). Ilmu perilaku hewan, pada keseluruhannya merupakan kombinasi
kerja-kerja laboratorium dan pengamatan di lapangan, yang memiliki keterkaitan
yang kuat dengan disiplin ilmu-ilmu tertentu semisal neuroanatomi, ekologi, dan
evolusi. Seorang ahli perilaku hewan umumnya menaruh perhatian pada
proses-proses bagaimana suatu jenis perilaku (misalnya agresi) berlangsung pada
jenis-jenis hewan yang berbeda. Meski ada pula yang berspesialisasi pada
tingkah laku suatu jenis atau kelompok kekerabatan hewan yang tertentu.
Oleh karena itu, jangkrik di gunakan sebagai bahan dalam mengamati prilaku
agonistik dan organisasi sosial, karena jangkrik memiliki variasi tingkah
laku yang luas, bergerak aktif, dan mudah di dapat.
1.2 Tujuan
·
Dapat
menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan tingkah laku agonistik dan
organisasi sosial pada jangkrik.
·
Dapat
mendeskripsikan pola tingkah laku tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Perilaku Agonistik dan Organisasi Sosial pada Jangkrik
Semua tingkah laku yang mengarah kepada terjadinya perkelahian pada hewan-hewan
satu spesies disebut tingkah laku agonistik (Price, 1975 dalam Susilowati dan
Rahayu, 2007). Menurut Konrad Lorenz (1996) dalam Susilowati, dkk. (2001),
insting berkelahi pada hewan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor internal meliputi genetik, saraf, dan hormon. Sedangkan faktor eksternal
meliputi lingkungan.
Fungsi umum dari tingkah laku
agonistik adalah penyesuaian diri untuk kondisi konflik yang terjadi dalam satu
spesies (Susilowati, 2001). Aspek-aspek yang ada dalam tingkah laku agonistik
antara lain ancaman, pengejaran, dan pertarungan fisik. Pada dasarny
Tingkah laku agonistik tersebut
merupakan kompetisi untuk beberapa sumber, yaitu makanan, air, pasangan, dan
tempat tinggal untuk tempat bersarang, perlindungan selama musim dingin atau
terhadap predator (Drickamer dan Vessey, 1982 dalam Susilowati dan Rahayu,
2007).
Perilaku sosial hewan yang didefinisikan secara luas adalah setiap jenis
interaksi antara dua hewan atau lebih, umumnya dari spesies yang sama.
1.
Perilaku
Agonistik
Perilaku agonistik adalah suatu pertandingan
yang melibatkan baik perilaku yang mengancam maupun yang menentukan pesaing
mana yang mendapatkan akses ke beberapa sumber daya, seperti makanan atau
pasangan kawin. Banyak perilaku tersebut melibatkan ritual, penggunaan
aktivitas simbolik, sehingga biasanya tidak ada bahaya yang serius yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang beradu. Contohnya jangkrik jantan yang
memperebutkan jangkrik betina dengan perkelahian tetapi perkelahian itu tidak
berujung pada kematian.
2.
Hirarki
Dominansi
Banyak hewan hidup dalam kelompok
sosial yang dipertahankan oleh perilaku agonistik. Contohnya adalah ayam. Jika
beberapa ayam betina yang tidak saling mengenal satu sama lain digabungkan
bersama-sama, mereka akan merespon dengan berkelahi dan saling mematuk. Akhirnya
kelompok itu akan membentuk suatu “urutan patukan” yang jelas- suatu hirarki
dominansi yang kurang lebih linier.
3.
Teritorialitas
Suatu teritorial adalah suatu daerah
yang dipertahankan oleh seekor individu hewan yang umumnya mengusir anggota
lain dari spesiesnya sendiri. Teritorial secara khusus digunakan untuk
pencarian makanan, perkawinan, membesarkan anak, atau kombinasi aktivitas
tersebut. umumnya lokasi teritorial sudah tetap, dan ukurannya bervariasi
menurut spesies, fungsi-fungsi teritorial, dan jumlah sumber daya yang
tersedia.
Pada banyak spesies yang mempertahankan teritorial hanya pada musim kawin, individu dapat membentuk kelompok sosial pada waktu lainnya.
Pada banyak spesies yang mempertahankan teritorial hanya pada musim kawin, individu dapat membentuk kelompok sosial pada waktu lainnya.
4.
Sistem
Perkawinan
Perilaku kawin berhubungan langsung
dengan kelestarian hidup hewan. Terdapat suatu hubungan yang erat antara
perilaku kawin yang diamati dengan jumlah keturunan, yang seringkali menjadi
penentu utama kelestarian hidup seekor hewan. Banyak hewan yang terlibat dalam
percumbuan, yang mengumumkan bahwa hewan yang terlibat tidak dirasa mengancam
merupakan pasangan kawin yang potensial. Pada sebagian besar spesies, hewan
betina memiliki banyak investasi parental dibandingkan dengan hewan jantan dan
kawin secara lebih selektif. Hewan jantan pada sebagian besar spesies
berkompetisi untuk mendapatkan pasangan kawin, hewan betina pada banyak spesies
terlibat dalam penilaian, atau penyeleksian hewan jantan berdasarkan ciri-ciri
yang lebih disukai. Pada banyak spesies, perkawinan adalah bersifat promiscuous,
tidak ada ikatan pasangan yang kuat atau hubungan yang bertahan lama. Pada
spesies di mana pasangan kawin masih tetap bersama-sama selama periode waktu
yang lama, hubungan itu bisa bersifat monogamy (satu jantan mengawini satu
betina) atau poligami (individu dari satu jenis kelamin mengawini beberapa
individu dari jenis kelamin yang berlawanan). Hubungan poligami yang paling
sering melibatkan seekor jantan tunggal dengan banyak hewan betina, disebut
poligini. Namun demikian, pada beberapa spesies seekor betina kawin dengna
beberapa jantan, disebut poliandri (Campbell.2004).
5.
Perilaku
Makan
Hewan beragam dalam keluasan cita
rasanya. Dari yang sangat khusus hingga ke pemakan umum yang dapat memilih di
antara sekumpulan spesies yang dapat dimakan. Tujuan makanan ialah energi,
tetapi energi diperlukan untuk mencari makanan. Jadi hewan berperilaku
sedemikian rupa untuk memaksimumkan perbandingan kerugian/ keuntungan dari
pencarian makanan itu. Kerugian energi dari mencari makanan diusahakan
seminimum mungkin melalui perkembangan “citra mencari” untuk macam makanan
yang, untuk sementara, menghasilkan keuntungan yang besar. Untuk beberapa
species, citra mencari itu mungkin bukan perwujudan makannya saja, melainkan
tempatnya yang khusus. Banyak pula hewan yang menggunakan energinya untuk
membangun perangkap, daya tarik dan sejenisnya untuk menarik mangsanya agar
berada dalam jangkauannya. Sebagian besar kehidupan hewan sosial berkisar pada
makan bersama.
Perilaku makan berbeda-beda pada
masing-masing spesies hewan. Contohnya pada Monyet rhesus. Monyet rhesus adalah
binatang siang (diurnal) yang hidup di pohon-pohon maupun di permukaan tanah.
Umumnya ia herbivora dan memakan daun-daunan dan daun pinus, akar-akaran, dan
kadang-kadang serangga atau binatang-binatang kecil. Monyet ini mempunyai pipi
yang khusus seperti kantung, yang memungkinkannya menimbun makanannya. Bahan
makanan yang sudah dikumpulkan akan dimakannya belakangan di daerah yang aman.
Selain itu, Monyet-monyet yang menemukan makanan biasanya akan mengumumkan hal
ini dengan panggilan-panggilan yang khas, meskipun ada yang mengatakan bahwa
monyet-monyet muda atau yang rendahan kadang-kadang akan berusaha menghindari
hal itu apabila temuan mereka tidak diketahui (Budhi.11 Oktober 2010).
2.2 Penginderaan bunyi secara tympanal pada jangkrik
Penginderaan bunyi secara tympanal
melibatkan suatu tympanum (membran) yang dapat merespon bunyi yang
dihasilkan di tempat dengan jarak tertentu dan dihantarkan melalui udara
(air-borne vibration). Membran tympanal berhubungan dengan chordotonal
organ dan suatu kantung berisi udara. Kantung udara yang
biasanya merupakan modifikasi dari tracheae, berfungsi untuk resonansi
gelombang agar suara yang diterima menjadi lebih kuat. Letak
tympanal organ berbeda-beda dari kelompok
serangga ( jangkrik ) yang satu ke serangga ( jangkrik ) yang
lain misalnya:
§
Ventral
thorax, antara kaki-kaki metathorax (pada melalang sembah, mantids)
§
Metathorax
(pada ngengat malam, noctuid moths)
§
Kaki-kaki
prothorax (pada beberapa orthoptera)
§
Abdomen
(pada orthoptera yang lain, gareng po homoptera, ngengat lepidoptera dan
kumbang coleoptera)
§
Pangkal
sayap (ngengat lepidoptera)
§
Prosternum
(lalat diptera)
§
Cervical
membranes (beberapa kumbang coleptera)
Gelombang bunyi yang sampai pada tympanal organ baik melalui udara maupun
melalui subtrat menyebabkan tympanum bergetar. Getaran tersebut akan diterima
oleh tiga chordotonal organ yaitu subgenual organ, intermediate organ dan
crista acustica. Intermediate organ menerima signal akustik dengan frekuensi
2–14 kH sedangkan crista acustica yang terdiri dari sekitar 60 sel skolopodial
menerima frekuensi sekitar 5–50 kHz. Walaupun masing-masing chordotonal
organ mempunyai inervasi syaraf yang terpisah dan menerima gelombang
dengan frekuensi yang berbeda-beda, tetapi signal-signal yang diterima
oleh ketiga organ tersebut dapat diindera dan ditafsirkan secara terpadu. Hal
ini dimungkinkan karena ketiga syaraf tersebut terhubung pada suatu titik.
2.3 Perbedaan jangkrik jantan dan jangkrik Betina
Didalam suatu jenis binatang
pasti ada yang membedakan antara betina dan jantannya misalnya bisa dilihat
dari jenis kelaminnya yang jika kelihatan untuk jenis binatang yang besar kalau
untuk binatang yang kecil seperti jangkrik ini sulit membedakan antara jangkrik
jantan dan jangkrik betina. Ataupun dengan melihat dari tampang untuk yang ahli
ataupun untuk yang sudah kenal karakteristik dari binatang yang sudah seseorang
pelihara dan untuk hal ini pula sangat sulit membedakan antara jangkrik jantan
dan betina. perbedaan antara jangkrik jantan dan betina bahwa jangkrik jantan
dan betina itu terletak pada ekornya.
Jika jangkrik itu jantan bisa
dilihat dari ekornya ada dua dan jangkrik betina ditandakan dengan ekor yang
berjumlah dua. Sedangkan untuk jangkrik betina berjumlah ekornya adalah 3
dengan penjelasan ekor yang satu adalah yang menonjol ditengah adalah alat
untuk mengeluarkan telur pada, jadi itulah yang membedakan antara jangkrik
jantan dan betina.
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu
dan Tempat
Pelaksanaan praktikum telah dilaksanakan pada :
Hari,
tanggal : Jumat, 16 Desember
2011
Pukul
: 13.30 – 14.30 WIB
Tempat
: Laboratorium Biologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dan dirumah.
3.2 Alat dan
Bahan
Alat dan bahan yang di gunakan dalam praktikum ini
yaitu :
a.
Alat
·
Terrarium (
baskom atau akuarium kecil )
·
Korek api
·
Cat Penanda
Jangkrik
b.
Bahan
·
Jangkrik
Jantan 7 ekor ( sudah dalam keadaan di isolasi +/- 24 jam )
Jangkrik betina 2 ekor ( sudah dalam keadaan di
isolasi +/- 24 jam )
3.3 Cara Kerja
1.
Agresi dan Hirarkhi dominansi
a.
Memasukkan 5
ekor jangkrik jantan yang telah diberi tanda toraknya ke dalam terarium. Setiap
jangkrik harus sudah mengalami isolasi sekurang-kurangnya selama 24 jam..
b.
Mengamati
apa yang terjadi ketika dua ekor jangkrik berdekatan/saling berhadapan.
c.
Membuat
etogram tingkah laku agonistik yang tampak pada waktu pengamatan. Membuat
etogram secara kronologis mulai pada waktu
jangkrik berdekatan/berhadapan sampai kalau mungkin terjadi
perkelahian.
d.
Mencatat
perubahan pola tingkah laku dan keras lemahnya suara. memperhatikan juga apakah
respon jangkrik jantan tergantung pada mendekatnya jangkrik jantan
yang lain.
e.
Menentukan
ada tidaknya hirarkhi dominansi dengan membuat tabel seperti berikut ini. Jika
ada hirarkhi tentukan waktu yang diperlukan untuk mencapai kestabilan.
f.
Memasukkan
seekor jangkrik betina ke dalam terarium tersebut. mengmati dan berapa lama
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai hirarki dominansi yang
stabil? membandingkan dengan ketika tanpa jangkrik betina?
g.
Mencatat
hasil pengamatan pada Tabel 2.
Tabel 2. Tabel hierarki dominansi pada jangkrik
Jangkrik
|
a
|
B
|
C
|
d
|
E
|
A
|
|||||
B
|
|||||
C
|
|||||
D
|
|||||
E
|
2.
Teritorialitas
a.
Menyiapkan 1
terarium yang sudah dilengkapi dengan sebuh kotak korek api yang terbuka salah
satu ujungnya, letakkan pada salah satu sudut terarium.
b.
Memasukkan
ke dalam setiap terarium seekor jangkrik jantan. Biarkan selama
sekurang-kurangnya satu hari.
c.
Memasukkan 2
jangkrik jantan (bukan dari perlakuan 1) ke dalam terarium. Amati
apa yang terjadi. Perhatikan:
1)
Apakah terlihat adanya tingkah laku teritorial pada jangkrik pertama (resident male)?
Bagaimana bentuknya?
2)
Apakah jangkrik pendatang berusaha merebut territorial resident
male? Setelah selesai pengamatan keluarkan 2 ekor jangkrik jantan
pendatang tersebut.
d.
Melakukan
pengujian dengan menggunakan 5 jangkrik jantan yang sudah
diketahui jenjangnya dalam hirarkhi dominansi. Dapatkah resident male
mempertahankan rumahnya/teritorialnya dari jangkrik yang dominan
terhadapnya. Setelah selesai pengamatan keluarkan 5 jangkrik
jantan tersebut.
e.
Menambahkan
1 kotak korek api pada sudut yang berlawanan letaknya
dengan perlakuan D. Masukkan 3 ekor jangkrik jantan yang jenjangnya
dalam hirarki dominansinya sudah diketahui. K emudian jawablah pertanyaan
berikut ini :
1) Jangkrik
mana yang berhasil mempertahankan teritorialnya?
2) Berapa lama
waktu yang diperlukan untuk mencapai kestabilan territorial?
3) Ambilah
jangkrik yang tidak memperoleh rumah. Apakah perebutan teritoial terjadi
diantara dua jangkrik yang memiliki rumah?
4) Masukkan
seekor jangkrik betina. Amati apa yang terjadi?
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
pengamatan
Praktikum
ini di lakukan di Laboraturium Biologi, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa pada
tanggal 16 Desember 2011 pukul 13.30 dan di komplek Untirta pada tanggal 18
Desember pukul 10.00
1. Agresi dan Hirarki Dominansi
Jangkrik
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
1
|
-
|
-
|
-
|
1
|
5
|
2
|
-
|
-
|
-
|
4
|
-
|
3
|
-
|
-
|
-
|
-
|
5
|
4
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
5
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2. Teritorialitas
Tabel 1
Jangkrik 1
|
Jangkrik 2
|
|
Ressident male
|
R
|
R
|
Tabel 2
Korek I
|
Korek II
|
Ditempati
oleh resident male
|
|
·
Resident
male diusir oleh jangkrik 1
|
·
Diisi oleh
jangkrik 5
|
·
Jangkrik 5
mengusir jangkrik 1
|
·
Jangkrik 1
masuk
|
·
Jangkrik 1
kembali ke tempat asal
|
·
Jangkrik 5
kembali ke tempat semula
|
Setelah
dimasukkan betina
ü Jangkrik 5
mengembangkan dan menggerakkan sayapnya
ü Jangkrik
betina kemudian tertarik dengan jangkrik 5
ü Jangkrik 1
mulai tertarik terhadap jangkrik betina
ü Jangkrik 1
dan 5 berkelahi memperebutkan betina
ü Jangkrik 5
menang, kemudian terjadi perkawinan antara jangkrik 5 dengan jangkrik
betina
ü Jangkrik 1
mengembangkan dan menggerakkan sayapnya
ü Jangkrik
betina kemudian tertarik dengan jangkrik 1
ü Jangkrik betina
melakukan poliandri karena melakukan perkawinan dengan jangkrik 1 dan jangkrik
5
ü Jangkrik
betina sudah tidak tertarik dengan jangkrik 1
ü Jangkrik
betina tertarik kembali dengan jangkrik 5 dan kembali melakukan
perkawinan.
4.2 Analisis
data
1. Agresi
dan Hirarki Dominansi
Etogram yang teramati :
Pada
pengamatan yang telah dilakkan bahwa:
·
Jangkrik 1
mengejar jangkrik 4
·
Jangkik 4
mendekati jangkrik 2, kemudian jangkrik 2 meloncat sehingga
Jangkrik 4 mendominasi
·
Jangkrik 1
menghindar kemudian Jangkrik 5 bunyi dan antenanya bergerak
·
Jangkrik 5
berhadapan dengan jangkrik 3 kemudian jangkrik 3 kabur
·
Betina
mendekati jangkrik 5 tetapi jangkrik 5 menjauh
·
Jangkrik 5
berbunyi dan tertarik pada jangkrik betina
·
Jangkrik 5
dan jangkrik 1 berkelahi, yang menang jangkrik 1.
Dari praktikum yang kami lakukan diketahui bahwa suara yang paling nyaring
adalah suara dari jangkrik 1, dan memang jangkrik 1 merupakan jangkrik yang
hirarkhi dominansinya paling tinggi di antara jangkrik yang lain. Suara
berpengaruh ketika dimasukkan individu betina dalam terrarium ( baskom),
usaha dari individu jantan untuk menarik perhatian individu betina dengan cara
berjalan mendekati individu betina sambil terus mengeluarkan suara. Dari
tingkah laku jantan juga dapat terlihat adanya orientasi, yaitu mengarahkan
individu betina dengan cara berjalan didepan individu. Beberapa faktor yang
mempengaruhi tingkah laku agonistik, yaitu makanan, teritorialitas,
seksualitas, dan hirarkhi dominansi.
Dari data hasil pengamatan diketahui bahwa pada praktikum yang dilakukan
termasuk hirarkhi dominansi yang kompleks tipe dendritik. Karena seekor
jangkrik dapat mendominasi lebih dari seekor jangkrik yang ada di akuarium (
baskom), dan dari dua atau lebih ekor jangkrik yang mendominasi, ada seekor
jangkrik yang paling dominan. Seperti yang terlihat pada tabel hirarkhi
dominansi bahwa jangkrik 5 dominan dari jangkrik 2, 3, dan 4, namun ada
jangkrik yang lebih dominan dari jangkrik 5, yaitu jangkrik 1. Waktu
untuk mencapai keadaan stabil pada masing-masing tingkah laku agonistik
jangkrik 7 menit 7 detik. Jika diurutkan dari jangkrik yang dominansinya paling
tinggi ke rendah yaitu jangkrik 1, 5, 4, 2, dan 3. Terdapat perbedaan
waktu yang digunakan untuk mencapai hirarkhi dominansi antara sebelum diberi
jangkrik betina dan setelah diberi jangkrik betina. Rata-rata hitungan waktu
yang diperlukan untuk mencapai hirarkhi dominansi pada saat sebelum ada
jangkrik betina dalam hitungan detik yaitu 15 detik, sedangkan setelah diberi
jangkrik betina untuk mencapai hirarkhi yang stabil dalam hitungan menit yaitu
6 menit. Perbedaan waktu tersebut dapat dipengaruhi karena setelah diberi
jangkrik betina, tingkah laku agonistik yang muncul tidak hanya dipengaruhi
untuk mencapai hirarkhi dominansi, melainkan ada faktor lain yang mempengaruhi,
yaitu seksualitas. Kehadiran individu betina menyebabkan pencapaian kondisi
hirarkhi yang stabil dalam waktu yang lama. Karena, selain untuk mencapai
hirarkhi dominansi, timbul rangsangan seksual pada individu jantan untuk
mendapatkan pasangan. Sehingga terjadi perebutan antar individu jantan untuk
mendapatkan individu betina. Individu jantan yang kalah, cenderung lebih sulit
untuk mendapatkan individu betina, karena individu jantan yang menang akan
menghalau individu yang kalah untuk mendekati individu betina. Sehingga hanya
individu jantan yang menang yang dapat mendekati betina.
2. Teritorialitas
Dari data hasil pengamatan (tabel 1)
diketahui bahwa ketika ada dua pendatang yaitu jangkrik 1 dan jangkrik 2 yang
berusaha merebut territorial, resident male berusaha untuk mempertahankan
teritorialnya. Hal itu dapat terlihat dari suara yang dikeluarkan oleh
resident male ketika ia merasa terusik dengan kehadiran jangkrik pendatang.
Waktu yang diperlukan untuk mencapai kestabilan yaitu 10 menit.
Dari data hasil pengamatan
(tabel 2) dengan menggunakan 2 buah kotak korek api, keadaan yang terjadi
ketika dimasukkan 3 pendatang baru yaitu jangkrik 1, jangkrik 4,
dan jangkrik 5, resident male pada awalnya tetap berusaha mempertahankan
teritorialnya yaitu kotak korek api A. Namun yang terjadi setelah
beberapa menit kemudian, resident male ternyata dapat dikalahkan oleh
jangkrik pendatang yaitu jangkrik 1. Faktor yang menyebabkan
resident male tidak bisa mempertahankan teritorialnya yaitu adanya dominasi
dari jangkrik 1 yang lebih kuat dibandingkan dengan resident male yang akhirnya
dapat mengalahkan resident male.
Pada kotak korek api A ditempati
oleh jangkrik 1, sedangkan kotak korek api B ditempati oleh jangkrik 5.
Kemudian terjadi perebutan teritorial pada kotak korek api A antara jangkrik 1
dengan jangkrik 5 yang dimenangkan oleh jangkrik 5 dan terjadi pertukaran
tempat. Sehingga kotak korek api A ditempati oleh jangkrik 5 dan kotak korek
api B ditempati oleh jangkrik 1. Namun setelah beberapa menit kemudian
kedua jangkrik tersebut kembali berpindah ke tempat asal. Waktu yang diperlukan
untuk mencapai kestabilan yaitu 12 menit.
Ketika dimasukkan individu betina
pada akuarium, kembali terjadi tingkah laku agonistik yang dipengaruhi oleh
faktor seksualitas. Individu jantan yang lebih dominan (jangkrik 5 berusaha
menghalau individu jantan lain yang berusaha mendekati individu betina dengan
cara mengejar individu jantan lain (jangkrik 1). Jangkrik 5, resident male
mengeluarkan suara dan berjalan didepan jangkrik betina untuk menarik perhatian
individu betina, waktu yang di perlukan 8 menit. Waktu untuk mencapai
kestabilan 10 menit. Kemudian jangkrik 5 mengitari jangkrik betina dan berusaha
mengajak jangkrik betina menuju sarangnya. Setelah sampai disarang, jangkrik
jantan dan betina melakukan kopulasi.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun simpulan yang dapat diambil adalah:
Adapun simpulan yang dapat diambil adalah:
1.
Perilaku
dihasilkan oleh gen dan faktor lingkungan.
2.
Perilaku
sendiri memiliki arti sikap dan gerak organisme berespon dan beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan.
3.
Perilaku
hewan ada dua jenis, yakni Perilaku bawaan (Innate Behaviour) dan Perilaku
hasil pembelajaran (Learned Behaviour)
4.
Hirarki
dominansi bersifat linear dan kompleks.
5.
Umumnya
jangkrik yang berada pada daerah teritorialnya bersifat dominan terhadap hewan
pendatang.
6.
Perilaku
sosial hewan antara lain perilaku aganostik, hirarki dominansi, dan
teritorialitas.
7.
Praktikum
yang dilakukan termasuk hirarkhi dominansi yang kompleks tipe dendritik, karena
seekor jangkrik dapat mendominasi lebih dari seekor jangkrik yang ada di
akuarium ( baskom), dan dari dua atau lebih ekor jangkrik yang mendominasi,
yaitu jangkrik 1.
8.
Waktu untuk
mencapai kestabilan pada hirarki dominansi membutuhkan waktu yang cukup lama
sebelum adanya jangkrik betina karena jangkrik jantan membutuhakan
penyesuain dengan individu atau lingkungan baru.
9.
Teritorialitas
resident male lebih mendominasi dari jangkrik pendatang karena resident male
lebih dominan dari pendatang.
10.
Resident
male tidak dapat mempertahankan daerah teritorialitas dari 5 jangkrik yang
hirarki dominansi telah di ketahui dari pengamatan 1.
DAFTAR PUSTAKA
·
Anonim. 2011.”Macam
dan Jenis Adaptasi Makhluk Hidup-Morfologi Fisiologi dan Tingkah Laku- untuk
Menyesuaikan Diri”. http://organisasi.org/macam-jenis-adaptasi-makhluk-hidup-morfologi-fisiologi-dan-tingkah-laku-untuk-menyesuaikan-diri.
Diakses pada hari Selasa, 20 Desember 2011 pada pukul
11.00 WIB
·
Anonim.
2011.”Perilaku Insecta“.
Diakses pada hari selasa, 20 Desember
2011 pada pukul 11.45 WIB.
·
Campbell,
Neil A. dkk.2004.Bioogi Jilid III(ed.5).Jakarta:Erlangga
·
Susilowati,
dkk. 2001. Tingkah Laku Hewan.. Malang: FMIPA UM
·
Susilowati,
Rahayu Sofia Ery. 2007. Petunjuk Kegiatan Praktikum Tingkah Laku Hewan. Malang:
FMIPA UM
http://ad-dhi3n.blogspot.com/2012/03/laporan-agonistik-pada-perilaku.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar